BAB
I
PENDAHULUAN
1.Sumber Daya Ekonomi
a. pengertian sumber
daya ekonomi
Potensi
sumberdaya ekonomi atau lebih dikenal dengan potensi ekonomi pada dasarnya
dapat diartikan sebagai sesuatu atau segala sesuatu sumberdaya yang dimiliki
baik yang tergolong pada sumberdaya alam (natural resources/endowment factors)
maupun potensi sumberdaya manusia yang dapat memberikan manfaat (benefit) serta
dapat digunakan sebagai modal dasar pembangunan (ekonomi) wilayahtingkat
ketergantungan terhadap sumberdaya secara struktural harus bisa dialihkan pada
sumberdaya alam lain. Misalnya, penggunaan energi sinar matahari, panas bumi,
atau gelombang laut termasuk angin, akan dapat mengurangi ketergantungan
manusia terhadap sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui. b. sumberdaya
alam yang tidak dapat diperbarui (non-renewable or exhaustible resources).
Jenis sumberdaya ini pada dasarnya meliputi sumberdaya alam yang mensuplai
energi seperti minyak, gas alam, uranium, batubara serta mineral yang non
energi seperti misalnya : tembaga, nikel,aluminium,dll.Sumberdaya alam jenis
ini adalah sumberdaya alam dalam jumlah yang tetap berupa deposit mineral
(mineral deposits) diberbagai tempat dimuka bumi. Sumberdaya alam jenis ini
bisa habis baik karena sifatnya yang tidak bisa diganti oleh proses alam maupun
karena proses penggantian alamiahnya berjalan lebih lamban dari jumlah
pemanfaatannya. c. sumberdaya alam yang potensial untuk diperbarui (potentially
renewable resources).
Kategori
sumberdaya alam ini tergolong sumberdaya alam yang bisa habis dalam jangka
pendek jika digunakan dan dicemari secara cepat, namun demikian lambat laun
akan dapat diganti melalui proses alamiah misalnya ; pohon-pohon di hutan,
rumput di padang rumput, deposit air tanah, udara segar dan lain-lain
Sumberdaya alam ini keberadaannya harus dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam
kerangka untuk mendorong, mempercepat dan menunjang proses pembangunan wilayah.
Namun demikian penting untuk diperhatikan aspek ketersediaan termasuk daya
dukungnya terhadap mobilitas pembangunan daerah, karena apabila sumberdaya alam
dengan 3 kategori ini dimanfaatkan dengan tidak bijaksana dan arif maka sudah
barang tentu stagnasi dan kemunduran dinamika pembangunan ekonomi wilayah akan
semakin cepat menjelma atau merupakan sesuatu yang tidak bisa
dihindarkan.Disamping komponen sumberdaya alam, pada saat ini peranan
sumberdaya manusia (human resources) dalam konteks kegiatan pembangunan ekonomi
termasuk pembangunan ekonomi daerah (wilayah) semakin signifikan. Faktor
sumberdaya manusia ini telah menghadirkan suatu proses pemikiran baru dalam telaah
teori-teori pembangunan ekonomi, yang menempatkan sumberdaya manusia sebagai
poros utama pembangunan ekonomi baik dalam skala global, nasional maupun
daerah. Strategi pembangunan ekonomi yang berbasis pada pengembangan sumberdaya
manusia (human resources development) dianggap sangat relevan dan cocok dengan
kondisi dan karakter pembangunan ekonomi terutama di negara-negara berkembang
sejak era 80-an. Strategi pembangunan ini pertama kali diperkenalkan oleh
seorang pakar perencanaan pembangunan ekonomi berkebangsaan Pakistan yang
bernama Mahbub Ul Haq yang pada saat itu menjadi konsultan Utama United Nation
Development Programme (UNDP). Mahbub Ul Haq berpendapat bahwa pengembangan
sumberdaya manusia harus dijadikan landasan utama dalam kebijakan pembangunan
ekonomi di negara-negara sedang berkembang, dan hal ini dianggap penting
mengingat ketertinggalan negara-negara berkembang terhadap negara-negara
industri maju dalam tingkat kesejahteraan ekonomi seperti kualitas dan standar
hidup hanya akan dapat diperkecil manakala terjadi peningkatan yang sangat
signifikan dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia.Dari pola pemikiran
seperti diatas maka takaran peranan sumberdaya manusia dalam proses pembangunan
ekonomi dalam konteks untuk mengurangi kesenjangan pembangunan ekonomi pada
dasarnya harus dilihat dari aspek peningkatan kualitasnya. Dengan kualitas
sumberdaya manusia yang semakin meningkat, akan dapat mendorong peningkatan
produktivitas ekonomi sekaligus sebagai modal dasar untuk memacu pertumbuhan ekonomi.Bagi
kebayakan negara-negara yang tingkat pembangunan ekonominya sudah tergolong
lebih maju, produktivitas sumberdaya manusia secara teknis telah dijadikan
sebagai instrumen terpenting untuk mempertahankan pencapaian laju pertumbuhan
ekonomi, sekaligus dalam upaya untuk memperkuat basis struktural
perekonomiannya. Dalam era globalisasi, kualitas sumberdaya manusia yang handal
akan sangat membantu suatu negara untuk memenangkan kompetisi atau persaingan
dalam perekonomian global sekaligus dapat menjaga eksistensi negara tersebut
dalam percaturan dan dinamika perekonomian dunia yang semakin kompetitif.
a.
Peranan Sumberdaya Ekonomi Dalam
Pembangunan Ekonomi Daerah
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam era otonomi daerah dewasa ini, kecepatan dan optimalisasi pembangunan wilayah (daerah) tentu akan sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi (baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia). Keterbatasan dalam kepemilikan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang berkulitas dapat menimbulkan kemunduran yang sangat berarti dalam dinamika pembangunan ekonomi daerah. Konsekuensi lain yang ditimbulkan sebagai akibat terbatasnya kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi yang dimiliki daerah adalah ketidakleluasaan daerah yang bersangkutan untuk mengarahkan program dan kegiatan pembangunan ekonominya, dan situasi ini menyebabkan munculnya pula disparitas pembangunan ekonomi wilayah. Kondisi ini tampaknya menjadi tak terhindarkan terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini.Dalam telaah teoritis, dengan sangat tepat Hadi dan Anwar (1996) yang banyak menganalisis tentang dinamika ketimpangan dan pembangunan ekonomi antar wilayah mengungkapkan bahwa salah satu penyebab munculnya ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah di Indonesia adalah adanya perbedaan dalam karakteristik limpahan sumberdaya alam (resources endowment) dan sumberdaya manusia (human resources) disamping beberapa factor lain yang juga sangat krusial seperti perbedaan demografi, perbedaan potensi lokasi, perbedaan aspek aksesibilitas dan kekuasaan (power) dalam pengambilan keputusan serta perbedaan aspek potensi pasar. Dengan pola analisis sebagaimana diilustrasikan diatas dapat digarisbawahi bahwa pengelolaan, ketersediaan, dan kebijakan yang tepat, relevan serta komprehensif amat dibutuhkan dalam kaitannya dengan percepatan proses pembangunan ekonomi daerah dan penguatan tatanan ekonomi daerah yang pada gilirannya dapat menjamin keberlanjutan proses pembangunan ekonomi dimaksud. Namun amat disayangkan, dinamika pelaksanaan pembangunan ekonomi wilayah (daerah) dalam era otonomi daerah dewasa ini, memiliki atau menampakkan suatu kedenderungan dimana daerah yang kaya akan sumberdaya alam lebih cepat menikmati kemajuan pembangunan bila dibandingkan dengan wilayah lain yang miskin akan sumberdaya alam, hal ini diperparah lagi dengan keterbatasan kualitas sumberdaya manusia. Apabila kondisi seperti ini terus berlanjut maka tidaklah terlalu mengherankan manakala issu tentang ketimpangan pembangunan antara wilayah (kawasan) yang merebak di akhir Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama yang lalu, kembali muncul dengan sosok yang semakin mengkhawatirkan.Sebagai ilustrasi, berikut ini dikutip pendapat seorang pakar yang banyak menyoroti tentang dinamika otonomi daerah : “.. negara Indonesia kaya akan sumberdaya alam, tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Kenyataan paradoksal tersebut tentunya ada penyebabnya, antara lain karena lemahnya pengelolaan manajemen sumberdaya alam serta penguasaan oleh segelintir orang yang rakus. Seiring dengan semangat desentralisasi, sebagian besar kewenangan pengelolaan sumberdaya alam sudah diserahkan kepada daerah, termasuk kewenangan di daerah otoritas seperti kawasan kehutanan, kawasan pertambangan, kawasan pelabuhan dan lain sebagainya yang selama ini tidak tersentuh oleh kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota (lihat pasal 129 UU Nomor 22 Tahun 1999). Bagaimana menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan rakyat banyak akan sangat tergantung pada kemauan politik (political will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintahan daerah”. (Wasistiono, 2003) .
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam era otonomi daerah dewasa ini, kecepatan dan optimalisasi pembangunan wilayah (daerah) tentu akan sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi (baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia). Keterbatasan dalam kepemilikan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang berkulitas dapat menimbulkan kemunduran yang sangat berarti dalam dinamika pembangunan ekonomi daerah. Konsekuensi lain yang ditimbulkan sebagai akibat terbatasnya kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi yang dimiliki daerah adalah ketidakleluasaan daerah yang bersangkutan untuk mengarahkan program dan kegiatan pembangunan ekonominya, dan situasi ini menyebabkan munculnya pula disparitas pembangunan ekonomi wilayah. Kondisi ini tampaknya menjadi tak terhindarkan terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini.Dalam telaah teoritis, dengan sangat tepat Hadi dan Anwar (1996) yang banyak menganalisis tentang dinamika ketimpangan dan pembangunan ekonomi antar wilayah mengungkapkan bahwa salah satu penyebab munculnya ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah di Indonesia adalah adanya perbedaan dalam karakteristik limpahan sumberdaya alam (resources endowment) dan sumberdaya manusia (human resources) disamping beberapa factor lain yang juga sangat krusial seperti perbedaan demografi, perbedaan potensi lokasi, perbedaan aspek aksesibilitas dan kekuasaan (power) dalam pengambilan keputusan serta perbedaan aspek potensi pasar. Dengan pola analisis sebagaimana diilustrasikan diatas dapat digarisbawahi bahwa pengelolaan, ketersediaan, dan kebijakan yang tepat, relevan serta komprehensif amat dibutuhkan dalam kaitannya dengan percepatan proses pembangunan ekonomi daerah dan penguatan tatanan ekonomi daerah yang pada gilirannya dapat menjamin keberlanjutan proses pembangunan ekonomi dimaksud. Namun amat disayangkan, dinamika pelaksanaan pembangunan ekonomi wilayah (daerah) dalam era otonomi daerah dewasa ini, memiliki atau menampakkan suatu kedenderungan dimana daerah yang kaya akan sumberdaya alam lebih cepat menikmati kemajuan pembangunan bila dibandingkan dengan wilayah lain yang miskin akan sumberdaya alam, hal ini diperparah lagi dengan keterbatasan kualitas sumberdaya manusia. Apabila kondisi seperti ini terus berlanjut maka tidaklah terlalu mengherankan manakala issu tentang ketimpangan pembangunan antara wilayah (kawasan) yang merebak di akhir Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama yang lalu, kembali muncul dengan sosok yang semakin mengkhawatirkan.Sebagai ilustrasi, berikut ini dikutip pendapat seorang pakar yang banyak menyoroti tentang dinamika otonomi daerah : “.. negara Indonesia kaya akan sumberdaya alam, tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Kenyataan paradoksal tersebut tentunya ada penyebabnya, antara lain karena lemahnya pengelolaan manajemen sumberdaya alam serta penguasaan oleh segelintir orang yang rakus. Seiring dengan semangat desentralisasi, sebagian besar kewenangan pengelolaan sumberdaya alam sudah diserahkan kepada daerah, termasuk kewenangan di daerah otoritas seperti kawasan kehutanan, kawasan pertambangan, kawasan pelabuhan dan lain sebagainya yang selama ini tidak tersentuh oleh kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota (lihat pasal 129 UU Nomor 22 Tahun 1999). Bagaimana menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan rakyat banyak akan sangat tergantung pada kemauan politik (political will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintahan daerah”. (Wasistiono, 2003) .
2. Sumber Daya Sementara
a.Barang yang Menggunakan Waktu Produk
yang memerlukan pemakaian waktu dala mengkonsumsinya. Contoh: Menonton TV,
Memancing, Golf, Tennis (waktu Senggang) Tidur, perawatan pribadi, pulang pergi
(waktu wajib)
b.Barang Penghemat Waktu
Produk yang menghemat waktu memungkinkan
konsumen meningkatkan waktu leluasa mereka. Contoh: oven microwave, pemotong
rumput, fast food.
3. Sumber Daya Kognitif
adalah kepemimpinan teori psikologi
industri dan organisasi yang dikembangkan oleh Fred Fiedler dan Joe Garcia pada
tahun 1987 sebagai konseptualisasi dari model kontingensi Fiedler . Teori ini
berfokus pada pengaruh pemimpin intelijen dan pengalaman tentang nya atau
reaksinya terhadap stres .
Inti
dari teori ini adalah bahwa stres adalah musuh rasionalitas, merusak kemampuan
pemimpin untuk berpikir logis dan analitis. Namun, pengalaman pemimpin dan
kecerdasan dapat mengurangi pengaruh stres pada (atau dia) nya tindakan:
kecerdasan adalah faktor utama dalam situasi stres rendah, sementara jumlah
pengalaman selama lebih selama-saat stres.
Periode sensorimotor
Menurut Piaget,bayi lahir dengan sejumlah
refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema
awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empatperiode.
Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai
perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan: Sub-tahapan skema
refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama
dengan refleks. Sub-tahapan fase reaksi
sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan
terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. Sub-tahapan fase
reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai Sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi
antara penglihatan dan pemaknaan. Sub-tahapan koordinasi
reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat
berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau
kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier,
muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama
dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. Sub-tahapan awal
representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreatifitas
- Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat
tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa
setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi
psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah
prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari
tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai.
Dalam tahapan ini, anak belajarmenggunakan dan merepresentasikan objek
dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak
kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat
mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua
benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat
walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional
mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun.
Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan bahasanya. Mereka mulai
merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka
masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini,
mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di
dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan
memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring
pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak
memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda
yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
- Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat
tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri
berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama
tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut
ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran,
mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan
mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau
karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat
menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki
keterbatasan logika berupa animisme(anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan). Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir
kecil yang tinggi. Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau
benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak
dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4,
jumlah sebelumnnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang,
atau jumlah benda-benda adalah tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut. Sebagai contoh, bila
anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila
air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan
tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk
melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut
berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang
memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan,
kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke
dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi
konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di
dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam
laci oleh Ujang.
- Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir
perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia
sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik
tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar
secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam
tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan
nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih,
namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor
biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan
besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif
penawaran normal, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa
orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia
tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap
menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan Keempat
tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Walau
tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu
sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
Universal (tidak terkait budaya) Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi
yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi
pengetahuan Tahapan-tahapan tersebut berupa
keseluruhan yang terorganisasi secara logis Urutan
tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan
sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
Tahapan merepresentasikan perbedaan secara
kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu
berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan
memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam
menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik
secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui
sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori
pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan
pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya
digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya
ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis
binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengann
burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil,
berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung
unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang
burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan
informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif,
karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang
diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam
contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label
"burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung
si anak.Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain
yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru
yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula
terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat
burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label
"burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung
si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut,
sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari
satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang
individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa
keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan.
Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai
dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.Dengan demikian, kognisi
seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif
tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya
4. Pengetahuan Organisasi
Pengetahuan Konsumen akan
Mempengaruhi Keputusan Pembelian. Apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli,
dimana membeli dan kapan membeli akan tergantung kepada pengetahuan konsumen
mengenai hal-hal tersebut. Pengetahuan Konsumen adalah semua
informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk, serta
pengetahuan lainnya yang terkait dan informasi yang berhubungan dengan
fungsinya sebagai konsumen. (1) Pengetahuan tentang karakteristik/atribut
produk, (2) Pengetahuan tentang manfaat
produk, (3) Pengetahuan tentang kepuasan
yg diberikan produk kepada konsumen.(1) Manfaat Fungsional, yaitu manfaat yg
dirasakan konsumen secara fisiologis(2) Manfaat Psikososial, yaitu aspek
psikologis dan aspek sosial yang dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi suatu
produk.
Mengukur Pengetahuan Pengetahuan konsumen terdiri dari
informasi yang disimpan di dalam ingatan. Pemasar khususnya tertarik untuk
mengerti pengetahuan konsumen. Informasi yang dipegang oleh konsumen mengenai
produk akan sangat mempengaruhi pola pembelian mereka. Di dalam Psikologi
kognitif dijelaskan bahwa ada dua jenis pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan rocedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan fakta
subjektif yang sudah diketahui. Pengetahuan deklaratif sendiri dibagi menjadi
dua kategori, yaitu pengetahuan rocedur (melibatkan pengetahuan yang dibatasi
dengan lintasan waktu) dan pengetahuan rocedur (mengandung pengetahuan yang
digeneralisasikan dan roced arti bagi dunia seseorang). Sedangkan pengetahuan rocedural
mengacu pada pengertian bagaimana fakta ini dapat digunakan. Fakta ini juga
bersifat subjektif dalam pengertian fakta tersebut tidak perlu sesuai dengan
realitas objektif.
BAB
II
PEMBAHASAN
Contoh Kasus :
“Analisis Kepuasa Konsumen Jasa
Pengantaran SRT dengan Metode Servqual “
Layanan antar
cepat (Delivery Service) adalah bisnis yang baru berkembang di Indonesia.
Bisnis jasa ini menyediakan jasa pelayanan antaran produk dari produksinya bagi
konsumennya. Biasanya jasa ini dijalankan secara internal oleh rumah makan,
jasa laundry, toko kelontong dan bisnis jasa yang lain. Tetapi dengan
pelaksanaan jasa antar yang dilakukan secara internal ternyata banyak
menimbulkan kesulitan bagi perusahaan apalagi perusahaan yang belum menangani
jasa antaran produknya secara profesional. Dimana hal ini menimbulkan peluang
bagi usaha antar cepat yang menggabungkan berbagai produk dari beberapa
produsen berkembang untuk menjadikan jasa ini dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan-perusahaan lain yaitu untuk dapat mengembangkan pemasaran,
memudahkan konsumen nya dan menaikkan penjualannya secara lebih profesional.
Tugas akhir ini fokus pada analisis kepuasan konsumen yang memberikan suatu
kerangka konseptual untuk pembuatan strategi pemasaran jasa yang efektif yang
mampu dipahami dan dijalankan oleh operasional dan manajemen dengan baik,
sehingga pemilik perusahaan dapat dengan yakin mendelegasikan pengembangan dan kebijakan
strategi pemasaran kepada tim manajemen. Penelitian yang dilakukan menghasilkan
analisis servqual dengan metode defuzzifikasi yang memberikan pengetahuan
tentang persepsi dan ekspektasi pelanggan secara sederhana, mudah dimengerti,
memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat dan didasarkan pada
bahasa alami. Dan menggunakan analisis tersebut untuk mengadakan rancangan dan standar
performansi yang baik dengan membuat Service Business Process
Mapping/Blueprinting yang secara akurat melihat sistem pelayanan. Sehingga
berbagai orang yang berkaitan dalam perusahaan dapat mengerti dan berusaha
mencapai tujuan tiap proses tersebut tanpa memperhatikan
tugas atau sudut pandang secara
individual. Adapun hal mendasar yang
juga dilakukan adalah merubah paradigma dalam marketing perusahaan yang berawal
dari fokus terhadap akuisisi pelanggan atau transaksi menjadi fokus kepada
retensi atau hubungan baik dengan filosofi Relationship Marketing. Kemudian
alternatif-alternatif solusi utama untuk penyelesaian masalah yang terjadi
dibuat menjadi solusi yang solid dengan rencana implementasi yang baik dan sejalan
dengan sumberdaya yang diperlukan untuk kesemuanya tersebut dapat menghadapi
suatu faktor permasalahan.
BAB III
PENUTUP
Kualitas sumberdaya manusia yang semakin meningkat, akan
dapat mendorong peningkatan produktivitas ekonomi sekaligus sebagai modal dasar
untuk memacu pertumbuhan ekonomi Seorang Konsumen akan melihat suatu produk
berdasarkan kepada karakteristik atau ciri atau atribut dari produk tersebut.
Setiap konsumen mungkin memiliki kemampuan yg berbeda dalam
menyebutkan karakteristik/atribut dari suatu produk. Hal ini disebabkan
perbedaan pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan mengenai atribut tersebut
akan mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Pengetahuan yg lebih banyak
akan memudahkan konsumen dalam memilih produk yg akan dibelinya.