DEFINISI
IKLAN
Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya pariwara adalah promosi barang, jasa, perusahaan dan ide yang harus
dibayar oleh sebuah sponsor. Pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari
strategi promosi secara keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas, relasi publik, penjualan, dan promosi
penjualan.
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai
aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan
kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk
membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan
ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi tau
pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.
Iklan adalah salah satu alat pemasaran yang penting. Dengan
iklan perusahaan ingin menarik perhatian calon konsumen tentang barang atau
jasa yang ditawarkannya. Banyak orang memutuskan membeli suatu barang atau jasa
karena pengaruh iklan yang sedemikian atraktif tampilan visualnya. Kecermatan
menimbang dan rasionalitas pemikiran seringkali ‘kalah wibawa’ dengan semangat
hedonis yang ditawarkan iklan. Tapi selalu saja banyak orang yang kemudian
kecewa, karena spesifikasi atau manfaat barang yang dibeli tidak seperti
yang ditawarkan.
Iklan mempunyai andil besar dalam menciptakan citra bisnis baik
secara positif maupun negatif. Iklan ikut menentukan penilaian masyarakat
mengenai baik buruknya kegiatan bisnis. Sayangnya, lebih banyak kali iklan
justru menciptakan citra negatif tentang bisnis, seakan bisnis adalah kegiatan
tipu-menipu, kegiatan yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, yaitu
keuntungan. Ini karena iklan sering atau lebih banyak kali memberi kesan dan
informasi yang berlebihan, kalau bukan palsu atau terang-terangan menipu,
tentang produk tertentu yang dalam kenyataannya hanya akan mengecoh dan
mengecewakan masyarakat konsumen. Karena kecenderungan yang berlebihan untuk
menarik konsumen agar membeli produk tertentu dengan dengan memberi kesan dan
pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan
citra bisnis tercemar sebagai kegiatan tipu-menipu, dan karena itu seakan
antara bisnis dan etika ada jurang yang tak terjembatani.
Citra ini semakin mengental dalam sistem pasar bebas yang mengenal kompetisi yang ketat di antara
banyak perusahaan dalam menjual barang dagangan sejenis. Dalam sistem ekonomi
di mana belum ada diversifikasi besar-besaran atas barang dagangan, hampir
terdapat monopoli alamiah dari satu atau dua perusahaan saja jenis barang
tertentu sehingga iklan belum sepenuhnya menjadi persoalan etis yang serius.
Dalam pasar bebas di mana terdapat beragam jenis barang dan jasa, semua pihak
berusaha dengan segala cara untuk menarik konsumen atau pembeli.
Iklan komersil kadang didefinisikan sebagai salah satu
bentuk “informasi” dan yang memasang iklan adalah “yang memberi informasi.”
Implikasinya fungsi iklan adalah untuk memberikan informasi kepada
konsumen. Salah satu hasil penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari separuh iklan televisi tidak memuat informsi
tentang produk yang diiklankan dan hanya separuh dari emua iklan di majalah yang memberikan
lebih dari satu informasi. Kita lihat beberapa banyak informasi yang diberikan
dari iklan-iklan berikut ini :
“Connect with style” (handphone Nokia)
“Malboro Country” (rokok Malboro)
“Inside every woman is a glow just waiting to come out”
(sabun Dove)
Iklan sering tidak memuat banyak informasi objektif karena
alasan yang sederhana, yaitu bahwa fungsi utamanya bukan untuk memberikan
informasi yang tidak bias. Dan fungsi sesungguhnya adalah untuk menjual sebuah
produk kepada para calon pembeli dan apa pun informasi yang dibawa iklan
tersebut sifatnya hanya sebagai tambahan dari fungsi dasar dan biasanya
informasi tersebut ditentukan oleh fungsi dasar.
Salah satu cara lain yang lebih baik untuk
mengarakteristikkan iklan komersial adalah dalam kaitannya dengan hubungan
pembeli-penjual. Iklan komersial dapat didefinisikan sebagai jenis komunikasi
tertentu antara penjual dengan calon pembeli. Dan jenis komunikasi ini berbeda
dari komunikasi dalam dua hal. Pertama, iklan ditujukan pada khalayak ramai
yang berbeda dari pesan yang disampaikan pada individu. Karena sifat publik
tersebut, iklan bisa dipastikan memiliki pengaruh-pengaruh sosial yang luas.
Kedua, iklan dimaksudkan untuk mendorong sebagian orang yang
melihat atau membacanya untuk membeli produk yang dimaksudkan. Iklan dikatakan
berhasil memenuhi tujuan itu dalam dua cara; (a) dengan menciptakan keinginan
dalam diri konsumen untuk membeli produk yang dimaksud dan (b) dengan menciptakan
keyakinan dalam diri konsumen bahwa produk tersebut merupakan sarana untuk
memenuhi keinginan yang telah ada dalam diri konsumen.
Iklan itu sendiri pada hakikatnya merupakan salah satu
strategi pemasaran yang bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak dijual
kepada konsumen dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen.Sasaran
akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa
dijual kepada konsumen.Dengan kata lain,pada hakikatnya secara positif iklan
adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang konsumen dapat
dijual kepada konsumen.
Untuk melihat persoalan iklan dari
segi etika bisnis,kami ingin menyoroti empat hal penting, yaitu fungsi iklan,
beberapa persoalan etis sehubungan dengan iklan, arti etis dari menipu dalam iklan dan kebebasan
konsumen
1.
Fungsi iklan
Pada
umumnya kita menemukan dua pandangan berbeda mengenai fungsi iklan.Keduanya
menampilkan dua model iklan yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing
,yaitu iklan sebagai pemberi informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat
umum.
a. Iklan sebagai Pemberi Informasi
Pendapat pertama melihat iklan
terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan media untuk menyampaikan
informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau
sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa iklan berfungsi untuk membeberkan dan
menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci mungkin tentang suatu produk.
Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu
sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun, apakah dalam
kenyataannya pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan sasaran
paling jauh. Sasaran dekat yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu
tentang produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan
sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk membeli kepada konsumen
itu sendiri. Maka, iklan hanyalahmedia informasi yang netral untuk membantu
pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur. Namun, ini tidak berarti iklan yang
informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan
dapat tetap dapat tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat.
Sehubungan dengan iklan sebagai
pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada tiga pihak yang terlibat dan
bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan.
Pertama, produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang
mengemas iklan dalam segala dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan
sebagainya. Ketiga, bintang iklan.
Dalam perkembangan di masa yang akan
datang, iklan informatif akan lebih di gemari. Karena, pertama, masyarakat
semakin kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau bahkan ditipu oleh
iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Kedua,
masyarakat sudah bosan bahkan muak dengan berbagai iklan hanya melebih-lebihkan
suatu produk. Ketiga, peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi
informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi
iklan.
b. Iklan sebagai pembentuk pendapat
umum
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai
pemberi informasi, dalam wujudnya yang laik iklan dilihat sebagai suatu cara
untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk. Dalam hal
ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda
politik yang berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain,
fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk itu.
Caranya dengan menampilkan model iklan yang manupulatif, persuasif, dan
tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut.
Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas
dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi manusia, dan segala
aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia.
Iklan persuasif sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk
dinilai etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi
terang-terangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa membuat penilaian yang
lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada baiknya kita bedakan dua macam
persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi rasional tetap
mengahargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk,
sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan
individu.
Suatu persuasi dianggap rasional
sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen itu. Persuasi rasional
bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang
penting adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa
iklan yang mengandalkan persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau
disampaikan .jadi,kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian
konsumen terdorong untuk membeli produk tersebut.maka,iklan semacam itumemang
berisi informasi yang benar,hanya saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan
dalam wujud yang sedemikian menonjol dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk
membelinya.dengan kata lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa
dipertanggung jawabkan.
Berbada dengan persuasi rassional,
non-rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek (kelemahan) psikologis manusia
untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli
produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak pada argumen yang berifat
rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan
yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu,
gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga logikaiklan tidak diperhatikan dengan baik.
Iklan yang menggunakan cara persuasi
dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat non-rasional. Pertama, karena
iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya, melainkan
memanipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan
dan penuh bujuk rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan
memilih pada konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk
mengikuti kemauan pengiklan , bukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan terbukti
kebenaranya.
2.
Beberapa
Persoalan Etis
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan,
khususnya iklan yang manipulatif dan persuasif non-rasional. Pertama, iklan
merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini jelas sekali
terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam
menentukan pilihannya untuk membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan pola
konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh
iklan dan tunduk pada kemauan iklan, khususnya iklan manupulatif dan persuasif
yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan dengan imperatif moral Kant
bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain
di luar dirinya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada
fenomena iklan manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar di beri informasi untuk
membantunya memilih produk tertentu.
Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan manipulatif dan
persuasif non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia
modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal ini tidak baik karena dengan
demikian akan menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan,
dapat memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi kebutuhan hidupnya yang
bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul masyarakat konsumtif, di
mana banyak dari apa yang dianggap
manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.
Ketiga, yang menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa
iklan manipulatif dan persuasif non-rasional malah membentuk dan menentukan
identitas atau citra memiliki barang sebagaimana ditawarkan iklan. Ia belum
merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut seperti diiklankan bintang
film terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia modern lalu hanyalah identitas
massal, serba sama, serba tiruan, serba polesan, serba instan.
Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan
ekonomi dan sosial yang tinggi, iklan merongrong rasa keadilan sosial
masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan
kenyataan sosial di mana banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sadar
hidup. Iklan yang mewah tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan
sesamanya yang miskin.
Kendati dalam kenyataan praktis sulit menilai secara umum
etis tidaknya iklan tertentu, ada baiknya kami paaparkan beberapa prinsip yang
kiranya perlu diperhatikan dalam iklan. Pertama, iklan tdak boleh menyampaikan
informasi yang palsu dengan maksud memperdaya konsumen. Masyarakat dan konsumen
tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk membeli produk tertentu. Mereka juga
tidak boleh dirugikan hanya karenatelah diperdaya oleh iklan tertentu. Kedua,
iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu, khususnya
menyangkut keamanan dan keselamatan manusia. Ketiga, iklan tidak boleh mengarah
pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan terang-terangan. Keempat, iklan
tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas: tindak
kekerasan, penipuan, pelecehan seksual, diskriminasi, perendahan martabat
manusia dan sebagainya.
3. Makna Etis Menipu dalam Iklan
Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk
pendapat umum, iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk atau bahkan
sebuah perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentukk bukan terutama
karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri, melainkan terutama terbentuk
oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan apa yang
disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat ataupun tersirat. Karena
itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat dan
misi sebuah perusahaan atau produk.
Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah
prinsip kejujuran, yakni mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. Prinsip
ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang, melainkan juga pada
akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai
sebuah profesi yang baik.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang dan karena
itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan
pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu atau yang
menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak
konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya
tentang produk yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain, berdasarkan
prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral adalah iklan yang
mem beri pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.
4.
Kebebasan
Konsumen
Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan,
dan makna etis dari menipu dalam iklan, ada baiknya kita singgung sekilas
mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar. Iklan merupakan suatu
aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen
dan konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran
dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula
menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk
membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan
berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga konsumen), ahli hukum,
pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus
berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa
profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar punya
komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, kalau
ini pun tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis, dalam bentuk
aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi
dari pemerintah, melalui departemen terkait, untuk menegakkan dan menjamin
iklan yang baik bagi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar