KORUPSI
Benarkah sinyalemen bahwa
korupsi itu telah menjadi budaya? Saya rasa iya. Ada banyak bukti yang dapat
menjelaskan hal itu. Yang jelas adalah bahwa benang merah dari perbuatan
korupsi ini dapat dilihat dari alur berfikir sebagian besar orang Indonesia masa
lalu maupun masa kini. Masa lalu mungkin dapat direpresentasikan oleh jatuhnya
VOC akibat korupsi yang meraja lela. Sedangkan masa kini, korupsi diperlihatkan
oleh zaman orde baru Suharto dan tetap saja terjadi di era reforemasi ini.
Jika korupsi telah menjadi suatu
budaya maka alat untuk menyerangnya berupa tatanan hukum yang keras menjadi
kurang berarti. Hukum akhirnya hanya mememilki kukuatan di atas kertas yang
tidak memilki daya apapun untuk mencegah dan menghukum perbuatan korupsi. Hal
ini karena sebagian besar orang Indonesia sudah terlanjur merasa enak dengan
korupsi. Hukum tidak mencerminkan niat dan kehendak bangsa ini, namun korupsi
telah mendarah daging.
Korupsi juga telah dilakukan
secara turun temurun. Bukan hanya turun temurun, anak-anak yang dilahirkan
bukan dari orang tua yang korup pun bisa menjadi koruptor, apalagi jika anak
itu lahir dari orang tua yang korup. Para orang tua pun bangga sekali jika
melihat anaknya sukses dari sisi materi tanpa melihat bahwa uang yang mereka
dapatkan itu berasal dari rezeki yang tidak halal.
Korupsi itu sebenarnya memiliki
pengertian yang sangat sederhana. Korupsi itu berarti maling, menipu dan tidak
amanah. Apapun itu, jika suatu perbuatan masuk unsur-unsur itu maka sudah
sepantasnya dapat disebut korupsi. Korupsi pada saat sekarang ini hanya sering
dikaitkan dengan keuangan negara yaitu menyangkut suatu pelanggaran peraturan
(perundang-undangan), merugikan keuangan negara dan menguntungkan suatu pihak
baik pelaku maupun orang lain. Itu hanyalah definisi menurut keuangan negara
saja, padahal sebenarnya korupsi dapat diartikan secara lebih luas.
Korupsi adalah mencuri atau
mengambil sesuatu yang bukan haknya, memperoleh sesuatu yang bermanfaat baik
itu uang dan fasilitas lain tanpa adanya justifikasi yang dapat membenarkan
perbuatan itu. Mencuri bisa terjadi dimana saja, namun mencuri yang masuk dalam
kategori korupsi adalah mencuri sesuatu yang terkait dengan pekerjaan atau
suatu hal yang berada di bawah kepengurusannya. Perbuatan itu dapat juga
dihubungkan dengan usaha untuk mendapatkan keuntungan secara tidak sah atas
suatu hal yang ada di bawah kepengurusannya.
Hal-hal apa saja yang
menghantarkan kita untuk berbuat korupsi. Perbuatan meminta-minta menjadi awal
terjadinya korupsi ini. Meminta pada dasarnya suatu perbuatan hina dan tidak
pantas karena tidak terkait dengan suatu hubungan timbal balik secara legal dan
pantas menurut pengertian umum kemasyarakatan. Jika anda meminta suatu kepada
seseorang sementara anda tidak memberikan jasa apapun terhadap orang yang anda
mintai maka anda tidak pantas meminta. Meminta dalam hal ini dapat disebut
mengemis, dan sayangnya mengemis tidak selalu dipandang hina oleh sebagian
besar masyarakat. Lihat saja di sekitar kita, para pengemis dengan hanya
bermodal menengadahkan tangan bisa saja memiliki penghasilan yang jauh lebih
besar daripada kuli bangunan dan penjual koran. Mengapa mereka melakukannya?
Karena mereka tidak lagi memiliki rasa malu. Mengemis, meminta dan mencuri jika
dibawa ke area formal (di tempat kerja) akan menyuburkan praktik korupsi.
Rasa malu yang telah hilang dari
otak kita membawa kita pada rasa bangga melakukan korupsi. Bangga memiliki
kekayaan yang berlebih. Bangga karena memiliki ini dan itu dan setumpuk
kemewahan lainnya. Bangga karena tidak ketahuan, bangga pula bisa berderma dan
bersedekah, padahal semuanya itu didapatkan dari korupsi. Kita mungkin telah
kehilangan rasa malu kepada diri sendiri, kita tidak malu lagi pada Tuhan,
apalagi … kita tidak juga punya malu kepada masyarakat sekitar. Masyarakat juga
kurang memberikan hukuman sosial yang setimpal kepada koruptor. Kita perlu
mendidik msyarakat untuk menghukum koruptor sama dengan maling ayam, sederhana
sajaa bagi mereka yang terbukti korupsi selain di penjara maka jidat dan wajah
mereka perlu ditato dengan tulisan korupsi dengan huruf besar yang menutupi
muka.
Korupsi itu halus dan lembut.
Tidak perlu dibungkus dengan kata-kata kasar. Korupsi dengan meminta dan
mencuri dapat dilakukan dengan negosiasi dengan kata-kata halus dan manis. Si
pejabat senang, si pihak lain yang diuntungkan dari negosiasi itu juga senang
karena urusannya lancar. Proses deal/tawar menawar yang lembut ini akhirnya
menjadi suatu kebiasaan dan tidak dianggap lagi perbuatan korup. Mereka menjadi
kehilangan sensivitas nurani. Bahkan karena halusnya korupsi, hilangnya
sensivitas ini membuat orang menganggap apa yang dilakukannya merupakan bagian
dari tugas pokoknya sehingga kalau tidak mendapat uang maka mereka (koruptor)
itu marah.
Cara Memberantas Tindak Pidana
Korupsi
Cara
memberantas tindak pidana korupsi ada beberapa macam. Saya akan uraikan
beberapa diantaranya :
Ø Strategi Preventif, Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi.
Ø Strategi Deduktif, Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agarapabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebutakan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya danseakurat-akuratnya, sehingga
dapat ditindaklanjuti dengan tepat.
Ø Strategi Represif, Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkanuntuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepatkepada pihak-pihak yang
terlibat dalam korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar